Saturday, 7 November 2015


Qur'an [4:19] " Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. ”

Qur'an [4:19] “ O ye who believe! Ye are forbidden to inherit women against their will. Nor should ye treat them with harshness, that ye may Take away part of the dower ye have given them,except where they have been guilty of open lewdness; on the contrary live with them on a footing of kindness and equity. If ye take a dislike to them it may be that ye dislike a thing, and Allah brings about through it a great deal of good. ”

“Marriage is considered to be of the utmost importance in Islam and there is extensive material in both the Quran and the hadith on the vital role it plays in the life of faith. It is often described as having both a vertical and a horizontal dimension. On the vertical plane, marriage is understood as an act of worship in that it is pleasing to Allah and fulfills the divine plan. According to tradition, Muhammad declared that no institution is more loved by Allah. Moreover, when a person marries he has completed ‘half of his religious obligations.’ On the horizontal plane, marriage is a legal contract between two individuals. In this sense, it requires the usual elements of any contract: mutual consent between the parties, specified conditions, and public witness. As in many cultures, Islamic marriages have been arranged for much of history and this is still common practice today. The involvement of parents and family in the selection of a suitable partner is based on the principle that marital success cannot be founded on romantic love alone. Long-term compatibility is an essential factor that includes considerations such as moral character and religious faith. Marriage is seen as not only the union of two individuals but also the joining of two families, and thus broader interests must be taken into account. However, an arranged marriage is not a forced marriage and Islamic law stipulates that the free consent of both parties is necessary for its validity, even if the bride acts through her official guardian, or wali.”

Ketika sebuah pernikahan terjadi karena sebuah paksaan, itu akan berakhir dengan buruk. Apa yang hati inginkan, berbeda dengan realita yang ada. Pernikahan tanpa paksaan saja bisa berakhir dengan sebuah perceraian, atau tidak di dalam rumah tangga itu sendiri sudah hancur. Kenapa kita tidak bisa memilih cinta yang kita ingin kan? Kenapa mesti ada yang namanya perjodohan? Itu hanya merusak sebuah takdir saja. Gue salah satu orang yang kena dampak dari sebuah perjodohan. Gue mencintai seseorang, yang sekarang sudah menikah dan mempunyai anak, tapi komunikasi antara kita tetap berjalan, karena gue gak bisa lepas dari dia, dan dia pun juga begitu. 

Kita masih ingat apapun yang terjadi di masa lalu, dari awal kita bertemu sampai sekarang. Dia menikah terpaksa karena ibu nya. Dia pun bilang, dia sama sekali tidak ingat kapan dia menikah, karena dia sama sekali tidak tertarik dengan itu. Dia sayang dengan istri nya karena anaknya, bukan dari hati. Jujur gue antara shocked, sedih, dan seneng. haha. Seneng ternyata dia masih ada perasaan sama gue, dan dia ngerasain hal yang sama dengan apa yang gue rasain. Gue gak mau jadi perusak rumah tangga orang, gue gak akan mau sebenernya, cuman dia itu adalah kelemahan terbesar gue, gue gak bisa ngindar dari dia, apapun yang terjadi. Gue udah terus coba itu dari tahun 2013, sampai sekarang pun gue masih gak bisa. Kalau lo benar-benar cinta sama seseorang, cinta itu gak bisa nilai pakai apapun, mau pakai milyaran uang dinar, itu gak akan bikin efek apapun, karena gue pasti akan tetep mempertahankan dia, sampai emang itu benar-benar gak bisa buat dipertahanin.  Well, kita balik ke topik, seharusnya seseorang itu berhak untuk memilih pasangan hidup nya, karena kita akan hidup dengan pasangan itu sampai batu nisan yang memisahkan. 

Andil sebuah cinta itu tidak berarti lagi, jika kita masih hidup di dunia yang pemikiran orang-orang nya masih tertutup, atau yang biasa gue sebut traditional minded. Gue kira di indonesia aja yang masih banyak pemikiran orang-orang yang seperti itu, tapi ternyata di luar sana masih banyak ya :) Gue tau restu orangtua itu punya andil yang kuat, tapi tolong lah, kasih anaknya kesempatan untuk memilih calonnya sendiri. Di dalam islam pun paksaan dalam sebuah pernikahan itu tidak boleh, dan seorang anak berhak menolak. Itu bukan sebuah kedurhakaan seorang anak,Islam itu datang untuk memfasilitasi antara hak-hak dan kewajiban seorang anak untuk menikah tanpa sama sekali melepaskan peran orang tua di dalamnya. 

“And among His signs is this that He created for you mates from among yourselves, that you may dwell in tranquility with them, and He has put love and mercy between your hearts: Verily in that are signs for those who reflect. (Quran 30:21)


Hukum Pernikahan karena Paksaan Orang Tua

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى‎ ‎تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ‏‎ ‎الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ‏‎ ‎قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ‏‎ ‎وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ‏‎ ‎تَسْكُتَ

“Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419)


Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الثَّيِّبُ أَحَقُّ‏‎ ‎بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا‎ ‎وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا‎ ‎أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا‎ ‎وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan maka ayahnya harus meminta persetujuan dari dirinya. Dan persetujuannya adalah diamnya.” (HR. Muslim no. 1421)


" Truly Allah has totally forbidden disobedience (and the subsequent hurt) to mothers, burying alive daughters, with-holding the rights of others, and demanding that which is not your right. ” (Hadith Muslim 4257).


ari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah radhiallahu anha:

أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا‎ ‎وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ‏‎ ‎ذَلِكَ فَأَتَتْ النَّبِيَّ‏‎ ‎صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ‏‎ ‎وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا

“Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda- dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu alaihi wasallam membatalkan pernikahannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5138)

Al-Bukhari memberikan judul bab terhadap hadits ini, “Bab: Jika seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya tertolak (tidak sah).”

pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi:

“ Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai ”


Syarat pernikahan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974:

bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan ".

Adanya persetujuan kedua calon mempelai sebagai salah satu syarat perkawinan dimaksudkan agar supaya setiap orang dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam Undang-Undang Perkawinan, dapat dihubungkan dengan sistem perkawinan pada zaman dulu, yaitu seorang anak harus patuh pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang yang dianggap tepat oleh orang tuanya. Sebagai anak harus mau dan tidak dapat menolak kehendak orang tuanya, walaupun kehendak anak tidak demikian. 

Untuk menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang Perkawinan telah memberikan jalan keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat (1) apabila paksaan untuk itu dibawah ancaman yang melanggar hukum.

May Allah give us the ability to understand the sacred concept of marriage and the Islamic approach towards it. 
ALLAH KNOWS BEST!

Gue sama dia di dunia ini tidak bisa bersatu, gue hanya berharap, kita akan dipersatukan di surga tuhan, karena hanya disana cinta yang sesungguhnya bisa bersatu, tidak seperti di dunia ini. Cinta sejati akan bersatu di surga nanti, inshaallah :) 

No comments:

Post a Comment